Kamis, 07 April 2016

Kantong Plastik Berbayar Kebijakan Ala Kapitalistik

Sejak kurang lebih satu bulan yang lalu sosialisasi dan ujicoba penerapan plastik berbayar di ritel modern Indonesia mulai dilaksanakan. Pemerintah mulai menguji coba penerapan kantong plastik berbayar pada 21 Februari 2016, ujicoba tersebut serempak dilakukan di 17 kota seluruh Indonesia, Bandung, Surabaya, DKI Jakarta dan lain sebagainya. Pada praktiknya konsumen saat berbelanja, akan dikenakan pembayaran sebesar Rp 200,- per kantong plastik (http://m.liputan6.com). Akan tetapi kebijakan ini masih sekedar melalui surat edaran, belum memiliki landasan hukum berupa peraturan Menteri sehingga pelaksanaan kebijakan di setiap daerah dapat berbeda-beda sesuka daerah tersebut ada yang Rp.200 hingga Rp.3000 bahkan sampai Rp.5000 (okezone.com).


Asisten Deputi Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sudirman menyebut, saat ini pemerintah tengah fokus melakukan sosialisasi dan edukasi penerapan kebijakan plastik berbayar di 23 kota. Tujuannya agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat sekaligus mengedukasi masyarakat agar mengurangi konsumsi plastik ketika berbelanja di swalayan. "Kita akan melihat keberhasilan kebijakan ini dari berkurangnya jumlah timbulan sampah plastik," katanya pada Senin (22/2). Pada Juni 2016 akan dilakukan riset untuk mengetahui efektivitas kebijakan tersebut.

Menyoal harga plastik yang dibandrol Rp 200, ia menyebut penetapannya setelah melalui sejumlah kajian agar tidak memberatkan konsumen. Ia menekankan, yang perlu disoroti bukan harga melainkan edukasi agar masyarakat paham harus membawa kantung belanjanya sendiri. Ditanya soal kemungkinan konsumen memilih membayar Rp 200 ketimbang membawa kantung belanja sendiri, ia menyebut hal tersebutlah yang terus menjadi bagian dari edukasi. Setiap kasir swalayan tidak akan langsung memberi kantung plastik. Kasir akan memberi tahu bahwa plastik berbayar dan disarankan agar konsumen membawa kantung belanja sendiri (Republika.co.id).

Tapi sayangnya sampai saat ini kebijakan plastik berbayar belum tersosialisasi sepenuhnya, masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya. Sehingga pada saat membeli di supermarket mereka terkejut ketika ditanya oleh kasir membawa plastik kresek dari rumah atau tidak, karena apabila tidak membawa dari rumah maka bisa membeli di kasir.

Masih Banyak Pro dan Kontra

Sejak disosialisasikan, banyak kalangan dari anggota dewan maupun masyarakat intelektual mengkritisi kebijakan plastik berbayar tersebut. Dalam Republika.co.id, Solo- Kebijakan pemerintah pusat tentang penerapan kantong plastik berbayar menuai kritik. DPRD Kota Solo, menilai langkah pengurangan sampah plastik tersebut bakal sia-sia alias mubadzir. Soalnya, upaya itu tidak dibarengi dengan penekanan angka produksi pembuat plastik. Ketua Komisi II DPRD Solo, YF Sukasno, pesimistis dengan kebijakan tersebut. Selama masyarakat mampu membeli dengan harga murah, hanya Rp 200 maka upaya pengurangan sampah plastik ini tidak bakal tercapai. "Mustinya, diimbangi juga dengan penekanan produksi perusahaan plastik," katanya.

Sementara menurut Prof. Ir. Agoes Soegianto, DEA, selaku dosen di Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga (FST UNAIR), kebijakan plastik berbayar belum dirasa tepat. Cara paling efektif menekan jumlah limbah plastik adalah dengan memperbaiki proses pengolahannya. “Seperti kita tahu, pemisahan sampah di TPA (tempat pembuangan akhir) masih belum dilakukan. Ini murni tanggung jawab pemerintah yang harus mengurusnya. Tidak dengan cara membebankan pada masyarakat untuk menekan peredaran plastik,” jelasnya. Pada faktanya di masyarakat penumpukan sampah di TPA masih bercampur aduk. Padahal, di beberapa ruang publik tempat sampah telah dibuat terpisah. Sebab, pemisahan sampah menjadi percuma dan limbah plastik akan sulit dipisahkan ataupun didaur ulang.(Unair News).

Masih banyak kelemahan dan kekurangan dari penerapan kantong plastik berbayar ini. Dari bentuk kebijakannya sampai pada tahapan pelaksanaanya yang cenderung menguntungkan pemilik supermarket. Di sisi lain hasil penjualan kantong plastik tersebut tidak diketahui uangnya masuk kemana. Hal ini justru akan membuka peluang penyelewengan dana karena tidak adanya kejelasan aliran uang pengganti plastik.

Kantong plastik berbayar pembebanan bagi rakyat

Diterapkannya plastik berbayar di ritel modern Indonesia merupakan pembebanan massal kepada rakyat. Dengan dalih untuk mengurangi sampah plastik tapi justru masyarakat yang harus mengeluarkan uang untuk membeli plastik tempat belanjaan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Daerah Nusa Tenggara Timur menilai kebijakan pengenaan kantong plastik berbayar bagi para konsumen yang berbelanja di supermarket, hypermart dan minimarket tidak pro-rakyat tetapi lebih pro-pasar. “Tidak pro-rakyat karena harusnya kebijakan itu melindungi dan tidak lagi membebani rakyat dengan harus membayar lagi sebagai tambahan akibat adanya kantong plastik yang disediakan pihak perusahaan jasa ritel,” demikian kata Manajer Kampanye Pesisir dan Kelautan Walhi NTT, Yustinus B Dharma, kepada wartawan, di Kupang, Kamis (25/02) (eramuslim.com).

 Pihak Kementerian mengklaim bahwa kebijakan kantong plastik berbayar ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang bersumber dari sampah plastik. Karena saat ini jumlah timbunan sampah kantong plastik terus meningkat signifikan dalam 10 tahun terakhir. Sekitar 9,8 miliar lembar kantong plastik digunakan oleh masyarakat Indonesia setiap tahun (eramuslim.com). Tetapi sayangnya pemerintah tidak membuat aturan bagi pengusaha yang memproduksi barangnya menggunakan plastik yang tebal seperti bungkus mie, minyak goreng, Maka dari itu kebijakan plastik  berbayar tidak akan ada artinya jika pengusaha yang gemar menggunakan plastik sebagai kemasan produknya tidak juga dilarang. Tetap saja peraturan yang dibuat justru membebankan dan menyulitkan rakyat.

Kantong Plastik Berbayar Sarat Kepentingan Kapitalistik

Muncul sebuah pertanyaan apakah kebijakan plastik bebayar menjadi solusi yang tepat untuk mengurangi menimbunnya sampah plastik dilingkungan? Kebijakan plastik berbayar hanya akan mengurangi sedikit penggunaan plastik, bukan solusi tuntas menyelesaikan masalah lingkungan. Prinsip ekonomi kapitalis yang menghalalkan segala cara justru akan semakin membuat rakyat sengsara dan menderita.

Sistem kapitalis dalam menyelesaikan masalah seringkali tidak menyentuh akar masalah, bahkan memunculkan masalah baru bagi rakyat. Kebijakan ini lebih dirasakan sebagai pembebanan atas pundak rakyat daripada mengurangi limbah plastik. Karena plastik berbayar tidak menyentuh produsen/pabrik plastik sama sekali. Artinya produksi jalan terus tiap jam dan tiap saat. Inilah sistem kapitalis yang memanjakan para kapital, dan “mencekik” atau “memalak” rakyat dengan berbagai alasan. Tentu saja masyarakat yang pragmatis akan memilih membeli plastik (sekalipun berbayar) daripada membawa tas dari rumah karena lebih simpel dan tidak repot.

Negara harus serius memberikan pendidikan kepada rakyat untuk menjaga lingkungan dan menerapkan kebijakan yang menjamin lingkungan yang sehat dan bersih. Di sisi lain pemerintah juga harus serius membuat kebijakan kepada produsen plastik berupa aturan harus memproduksi plastik yang ramah lingkungan dan mudah terurai. Tidak membiarkan para pemilik pabrik membungkus produknya dengan plastik yang tebal sehingga bisa ratusan tahun terurainya, serta menindak tegas bagi pengusaha yang melanggarnya.

Bagaimana Islam mengatur dan menjaga lingkungan yang sehat dan bersih

Alam merupakan karunia Allah yang harus kita jaga kelestariannya. Kita harus bisa menjaga kelestarian alam agar dapat dinikmati oleh generasi masa depan. Mengeksploitasi alam secara berlebihan dapat menyebabkan rusaknya alam. Sebagai seorang muslim, kita harus menghindari tindakan itu untuk tetap menjaga kelestarian alam yang merupakan karunia Allah SWT. Islam mengajarkan untuk mencintai alam dan menjaganya, serta melarang berbuat berbagai kerusakan di muka bumi. Allah berfirman:

"Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)"  (ar-Rum: 41).

Secara jelas ayat ini menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi di daratan dan di lautan semua itu disebabkan ulah manusia. Dan Allah akan menimpakan akibat buruknya kepada manusia agar manusia merasakannya, sebagai teguran agar manusia kembali ke jalan yang benar.

Itulah kenyataan yang terjadi di lingkungan kita sendiri, kita menyaksikan langsung ataupun kita sebagai pelakunya. Maka marilah kita menjaga alam dan mencintainya sebagai amanah dari Allah atas kekhalifahan kita di muka bumi. Firman Allah SWT: “Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaiki bumi itu. Berdoalah kepada Dia dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS al-A’raf [7]: 56).

Dalam tafsir Jalalain, kata kerusakan dalam ayat ini bermakna melakukan kemusyrikan dan kemaksiatan. Merusak lingkungan termasuk kemaksiatan yang tercakup dalam larangan tersebut.

Selain itu, terkait dengan pemeliharaan lingkungan, Islam mengajari kita tentang beberapa hal, di antaranya:

Pertama, tidak boleh menebang pohon secara sia-sia. Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang memotong pohon bidara yang ada di atas tanah lapang—yang sering digunakan sebagai tempat bernaung bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan ataupun binatang-binatang—secara sia-sia dan penuh kezaliman tanpa alasan yang benar, maka Allah akan menaruh api neraka di atas kepalanya (HR al-Bukhari).

Kedua, tidak boleh mencemari lingkungan. Rasulullah Saw bersabda: “Berhati-hatilah terhadap dua orang terlaknat”.  Sahabat bertanya, “Siapakah dua orang terlaknat itu?”. Rasulullah menjawab, “Yakni orang yang membuang kotoran di jalanan yang dilalui orang dan tempat berteduh mereka.”

Ketiga, mendorong kaum Muslim untuk menanam tanaman. Rasulullah saw. bersabda: “Tak seorang Muslim yang menanam tanaman, kemudian tanaman itu dimakan orang lain, burung, ataupun binatang-binatang lain, kecuali hal itu menjadi sedekah bagi dirinya” (HR Muslim).

Keempat, tidak membunuh binatang secara sia-sia. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap orang yang membunuh burung pipit atau binatang yang lebih besar dari burung pipit tanpa ada kepentingan yang jelas, dia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.” Ditanyakan kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, apa kepentingan itu?” Rasulullah menjawab, “Apabila burung itu disembelih untuk dimakan, dan tidak memotong kepalanya kemudian dilempar begitu saja.” (HR Ahmad).

Demikianlah di antara ayat al-Quran dan hadis yang melarang manusia membuat kerusakan terhadap lingkungan dan memerintahkan mereka untuk menjaga dan melestarikannya. Semua itu tentu tak hanya menjadi aturan normatif, melainkan benar-benar telah dipraktikkan dalam sejarah panjang keemasan Islam. Rasulullah saw. pernah menetapkan sebuah wilayah di sekitar Madinah sebagai hima, yaitu kawasan tertentu yang dilindungi (konservasi) untuk keperluan tertentu.

Sejumlah Khalifah juga menetapkan beberapa hima. Khalifah Umar bin Khaththab pernah menetapkan Hima asy-Syaraf dan Hima ar-Rabdah yang cukup luas di dekat Dariyah. Khalifah Utsman bin Affan Demikianlah Islam telah hadir dengan membawa aturan-aturan lengkap yang mencakup masalah kelestarian lingkungan. Aturan-aturan itu telah diterapkan secara nyata dalam sejarah panjang keemasan Islam yang hasilnya tak hanya menyejahterakan manusia, tetapi juga melestarikan lingkungan sekitarnya.

Kewajiban menjaga lingkungan hidup atas pemberian Allah SWT adalah kewajiban dari setiap manusia diatas muka bumi ini. Dengan kesadaran penuh dan ketaatan kepada Allah lingkungan dijaga oleh kita sehingga menjadi bersih dan sehat. Selain itu peran Negara khilafah untuk mengatur dan menjamin serta menyediakan fasilitas kebersihan dan kesehatan lingkungan sangat penting. Negara mampu membuat kebijakan yang bersih tanpa ada keberpihakan ataupun kepentingan beberapa golongan semata. Kebijakan yang ditetapkan oleh negara khilafah benar-benar dikaji secara matang oleh para ahli dibidangnya, seperti contonya tentang sampah plastik, maka Negara khilafah mengumpulkan para ahli untuk membahas dan menemukan solusi yang tepat dan tidak membebankan rakyat, keputusan yang pro rakyat. Dan dari setiap kebijakan yang dikeluarkan Negara Islam selalu bersumber dari Al Quran dan Sunnah. Jadi Negara sangat beperan sekali untuk mewujudkan lingkungan yang sehat di samping adanya dukungan dari kesadaran masyarakat akan kewajiban dari Allah untuk menjaga lingkungan supaya tidak rusak. [Eka Ristiyanti, S.Pd]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar