Sejak kurang lebih satu bulan yang lalu sosialisasi dan ujicoba
penerapan plastik berbayar di ritel modern Indonesia mulai dilaksanakan.
Pemerintah mulai menguji coba penerapan kantong plastik berbayar pada
21 Februari 2016, ujicoba tersebut serempak dilakukan di 17 kota seluruh
Indonesia, Bandung, Surabaya, DKI Jakarta dan lain sebagainya. Pada
praktiknya konsumen saat berbelanja, akan dikenakan pembayaran sebesar
Rp 200,- per kantong plastik (http://m.liputan6.com). Akan tetapi
kebijakan ini masih sekedar melalui surat edaran, belum memiliki
landasan hukum berupa peraturan Menteri sehingga pelaksanaan kebijakan
di setiap daerah dapat berbeda-beda sesuka daerah tersebut ada yang
Rp.200 hingga Rp.3000 bahkan sampai Rp.5000 (okezone.com).
Asisten Deputi Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) Sudirman menyebut, saat ini pemerintah tengah fokus
melakukan sosialisasi dan edukasi penerapan kebijakan plastik berbayar
di 23 kota. Tujuannya agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat
sekaligus mengedukasi masyarakat agar mengurangi konsumsi plastik ketika
berbelanja di swalayan. "Kita akan melihat keberhasilan kebijakan ini
dari berkurangnya jumlah timbulan sampah plastik," katanya pada Senin
(22/2). Pada Juni 2016 akan dilakukan riset untuk mengetahui efektivitas
kebijakan tersebut.
Menyoal harga plastik yang dibandrol Rp 200, ia menyebut penetapannya
setelah melalui sejumlah kajian agar tidak memberatkan konsumen. Ia
menekankan, yang perlu disoroti bukan harga melainkan edukasi agar
masyarakat paham harus membawa kantung belanjanya sendiri. Ditanya soal
kemungkinan konsumen memilih membayar Rp 200 ketimbang membawa kantung
belanja sendiri, ia menyebut hal tersebutlah yang terus menjadi bagian
dari edukasi. Setiap kasir swalayan tidak akan langsung memberi kantung
plastik. Kasir akan memberi tahu bahwa plastik berbayar dan disarankan
agar konsumen membawa kantung belanja sendiri (Republika.co.id).
Tapi sayangnya sampai saat ini kebijakan plastik berbayar belum
tersosialisasi sepenuhnya, masih banyak masyarakat yang belum
mengetahuinya. Sehingga pada saat membeli di supermarket mereka terkejut
ketika ditanya oleh kasir membawa plastik kresek dari rumah atau tidak,
karena apabila tidak membawa dari rumah maka bisa membeli di kasir.
Masih Banyak Pro dan Kontra
Sejak disosialisasikan, banyak kalangan dari anggota dewan maupun
masyarakat intelektual mengkritisi kebijakan plastik berbayar tersebut.
Dalam Republika.co.id, Solo- Kebijakan pemerintah pusat tentang
penerapan kantong plastik berbayar menuai kritik. DPRD Kota Solo,
menilai langkah pengurangan sampah plastik tersebut bakal sia-sia alias
mubadzir. Soalnya, upaya itu tidak dibarengi dengan penekanan angka
produksi pembuat plastik. Ketua Komisi II DPRD Solo, YF Sukasno,
pesimistis dengan kebijakan tersebut. Selama masyarakat mampu membeli
dengan harga murah, hanya Rp 200 maka upaya pengurangan sampah plastik
ini tidak bakal tercapai. "Mustinya, diimbangi juga dengan penekanan
produksi perusahaan plastik," katanya.
Sementara menurut Prof. Ir. Agoes Soegianto, DEA, selaku dosen di
Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
(FST UNAIR), kebijakan plastik berbayar belum dirasa tepat. Cara paling
efektif menekan jumlah limbah plastik adalah dengan memperbaiki proses
pengolahannya. “Seperti kita tahu, pemisahan sampah di TPA (tempat
pembuangan akhir) masih belum dilakukan. Ini murni tanggung jawab
pemerintah yang harus mengurusnya. Tidak dengan cara membebankan pada
masyarakat untuk menekan peredaran plastik,” jelasnya. Pada faktanya di
masyarakat penumpukan sampah di TPA masih bercampur aduk. Padahal, di
beberapa ruang publik tempat sampah telah dibuat terpisah. Sebab,
pemisahan sampah menjadi percuma dan limbah plastik akan sulit
dipisahkan ataupun didaur ulang.(Unair News).
Masih banyak kelemahan dan kekurangan dari penerapan kantong plastik
berbayar ini. Dari bentuk kebijakannya sampai pada tahapan pelaksanaanya
yang cenderung menguntungkan pemilik supermarket. Di sisi lain hasil
penjualan kantong plastik tersebut tidak diketahui uangnya masuk kemana.
Hal ini justru akan membuka peluang penyelewengan dana karena tidak
adanya kejelasan aliran uang pengganti plastik.
Kantong plastik berbayar pembebanan bagi rakyat
Diterapkannya plastik berbayar di ritel modern Indonesia merupakan
pembebanan massal kepada rakyat. Dengan dalih untuk mengurangi sampah
plastik tapi justru masyarakat yang harus mengeluarkan uang untuk
membeli plastik tempat belanjaan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
Daerah Nusa Tenggara Timur menilai kebijakan pengenaan kantong plastik
berbayar bagi para konsumen yang berbelanja di supermarket, hypermart
dan minimarket tidak pro-rakyat tetapi lebih pro-pasar. “Tidak
pro-rakyat karena harusnya kebijakan itu melindungi dan tidak lagi
membebani rakyat dengan harus membayar lagi sebagai tambahan akibat
adanya kantong plastik yang disediakan pihak perusahaan jasa ritel,”
demikian kata Manajer Kampanye Pesisir dan Kelautan Walhi NTT, Yustinus B
Dharma, kepada wartawan, di Kupang, Kamis (25/02) (eramuslim.com).
Pihak Kementerian mengklaim bahwa kebijakan kantong plastik berbayar
ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan
sampah. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi pencemaran
lingkungan yang bersumber dari sampah plastik. Karena saat ini jumlah
timbunan sampah kantong plastik terus meningkat signifikan dalam 10
tahun terakhir. Sekitar 9,8 miliar lembar kantong plastik digunakan oleh
masyarakat Indonesia setiap tahun (eramuslim.com). Tetapi sayangnya
pemerintah tidak membuat aturan bagi pengusaha yang memproduksi
barangnya menggunakan plastik yang tebal seperti bungkus mie, minyak
goreng, Maka dari itu kebijakan plastik berbayar tidak akan ada artinya
jika pengusaha yang gemar menggunakan plastik sebagai kemasan produknya
tidak juga dilarang. Tetap saja peraturan yang dibuat justru
membebankan dan menyulitkan rakyat.
Kantong Plastik Berbayar Sarat Kepentingan Kapitalistik
Muncul sebuah pertanyaan apakah kebijakan plastik bebayar menjadi solusi
yang tepat untuk mengurangi menimbunnya sampah plastik dilingkungan?
Kebijakan plastik berbayar hanya akan mengurangi sedikit penggunaan
plastik, bukan solusi tuntas menyelesaikan masalah lingkungan. Prinsip
ekonomi kapitalis yang menghalalkan segala cara justru akan semakin
membuat rakyat sengsara dan menderita.
Sistem kapitalis dalam menyelesaikan masalah seringkali tidak menyentuh
akar masalah, bahkan memunculkan masalah baru bagi rakyat. Kebijakan ini
lebih dirasakan sebagai pembebanan atas pundak rakyat daripada
mengurangi limbah plastik. Karena plastik berbayar tidak menyentuh
produsen/pabrik plastik sama sekali. Artinya produksi jalan terus tiap
jam dan tiap saat. Inilah sistem kapitalis yang memanjakan para kapital,
dan “mencekik” atau “memalak” rakyat dengan berbagai alasan. Tentu saja
masyarakat yang pragmatis akan memilih membeli plastik (sekalipun
berbayar) daripada membawa tas dari rumah karena lebih simpel dan tidak
repot.
Negara harus serius memberikan pendidikan kepada rakyat untuk menjaga
lingkungan dan menerapkan kebijakan yang menjamin lingkungan yang sehat
dan bersih. Di sisi lain pemerintah juga harus serius membuat kebijakan
kepada produsen plastik berupa aturan harus memproduksi plastik yang
ramah lingkungan dan mudah terurai. Tidak membiarkan para pemilik pabrik
membungkus produknya dengan plastik yang tebal sehingga bisa ratusan
tahun terurainya, serta menindak tegas bagi pengusaha yang melanggarnya.
Bagaimana Islam mengatur dan menjaga lingkungan yang sehat dan bersih
Alam merupakan karunia Allah yang harus kita jaga kelestariannya. Kita
harus bisa menjaga kelestarian alam agar dapat dinikmati oleh generasi
masa depan. Mengeksploitasi alam secara berlebihan dapat menyebabkan
rusaknya alam. Sebagai seorang muslim, kita harus menghindari tindakan
itu untuk tetap menjaga kelestarian alam yang merupakan karunia Allah
SWT. Islam mengajarkan untuk mencintai alam dan menjaganya, serta
melarang berbuat berbagai kerusakan di muka bumi. Allah berfirman:
"Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan yang disebabkan oleh
tangan-tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian
dari perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)"
(ar-Rum: 41).
Secara jelas ayat ini menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi di
daratan dan di lautan semua itu disebabkan ulah manusia. Dan Allah akan
menimpakan akibat buruknya kepada manusia agar manusia merasakannya,
sebagai teguran agar manusia kembali ke jalan yang benar.
Itulah kenyataan yang terjadi di lingkungan kita sendiri, kita
menyaksikan langsung ataupun kita sebagai pelakunya. Maka marilah kita
menjaga alam dan mencintainya sebagai amanah dari Allah atas
kekhalifahan kita di muka bumi. Firman Allah SWT: “Janganlah kalian
membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaiki bumi itu.
Berdoalah kepada Dia dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik”. (QS al-A’raf [7]: 56).
Dalam tafsir Jalalain, kata kerusakan dalam ayat ini bermakna melakukan
kemusyrikan dan kemaksiatan. Merusak lingkungan termasuk kemaksiatan
yang tercakup dalam larangan tersebut.
Selain itu, terkait dengan pemeliharaan lingkungan, Islam mengajari kita tentang beberapa hal, di antaranya:
Pertama, tidak boleh menebang pohon secara sia-sia. Rasulullah saw.
bersabda: Siapa yang memotong pohon bidara yang ada di atas tanah
lapang—yang sering digunakan sebagai tempat bernaung bagi orang-orang
yang sedang dalam perjalanan ataupun binatang-binatang—secara sia-sia
dan penuh kezaliman tanpa alasan yang benar, maka Allah akan menaruh api
neraka di atas kepalanya (HR al-Bukhari).
Kedua, tidak boleh mencemari lingkungan. Rasulullah Saw bersabda:
“Berhati-hatilah terhadap dua orang terlaknat”. Sahabat bertanya,
“Siapakah dua orang terlaknat itu?”. Rasulullah menjawab, “Yakni orang
yang membuang kotoran di jalanan yang dilalui orang dan tempat berteduh
mereka.”
Ketiga, mendorong kaum Muslim untuk menanam tanaman. Rasulullah saw.
bersabda: “Tak seorang Muslim yang menanam tanaman, kemudian tanaman itu
dimakan orang lain, burung, ataupun binatang-binatang lain, kecuali hal
itu menjadi sedekah bagi dirinya” (HR Muslim).
Keempat, tidak membunuh binatang secara sia-sia. Rasulullah saw.
bersabda, “Setiap orang yang membunuh burung pipit atau binatang yang
lebih besar dari burung pipit tanpa ada kepentingan yang jelas, dia akan
dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.” Ditanyakan kepada Nabi, “Wahai
Rasulullah, apa kepentingan itu?” Rasulullah menjawab, “Apabila burung
itu disembelih untuk dimakan, dan tidak memotong kepalanya kemudian
dilempar begitu saja.” (HR Ahmad).
Demikianlah di antara ayat al-Quran dan hadis yang melarang manusia
membuat kerusakan terhadap lingkungan dan memerintahkan mereka untuk
menjaga dan melestarikannya. Semua itu tentu tak hanya menjadi aturan
normatif, melainkan benar-benar telah dipraktikkan dalam sejarah panjang
keemasan Islam. Rasulullah saw. pernah menetapkan sebuah wilayah di
sekitar Madinah sebagai hima, yaitu kawasan tertentu yang dilindungi
(konservasi) untuk keperluan tertentu.
Sejumlah Khalifah juga menetapkan beberapa hima. Khalifah Umar bin
Khaththab pernah menetapkan Hima asy-Syaraf dan Hima ar-Rabdah yang
cukup luas di dekat Dariyah. Khalifah Utsman bin Affan Demikianlah Islam
telah hadir dengan membawa aturan-aturan lengkap yang mencakup masalah
kelestarian lingkungan. Aturan-aturan itu telah diterapkan secara nyata
dalam sejarah panjang keemasan Islam yang hasilnya tak hanya
menyejahterakan manusia, tetapi juga melestarikan lingkungan sekitarnya.
Kewajiban menjaga lingkungan hidup atas pemberian Allah SWT adalah
kewajiban dari setiap manusia diatas muka bumi ini. Dengan kesadaran
penuh dan ketaatan kepada Allah lingkungan dijaga oleh kita sehingga
menjadi bersih dan sehat. Selain itu peran Negara khilafah untuk
mengatur dan menjamin serta menyediakan fasilitas kebersihan dan
kesehatan lingkungan sangat penting. Negara mampu membuat kebijakan yang
bersih tanpa ada keberpihakan ataupun kepentingan beberapa golongan
semata. Kebijakan yang ditetapkan oleh negara khilafah benar-benar
dikaji secara matang oleh para ahli dibidangnya, seperti contonya
tentang sampah plastik, maka Negara khilafah mengumpulkan para ahli
untuk membahas dan menemukan solusi yang tepat dan tidak membebankan
rakyat, keputusan yang pro rakyat. Dan dari setiap kebijakan yang
dikeluarkan Negara Islam selalu bersumber dari Al Quran dan Sunnah. Jadi
Negara sangat beperan sekali untuk mewujudkan lingkungan yang sehat di
samping adanya dukungan dari kesadaran masyarakat akan kewajiban dari
Allah untuk menjaga lingkungan supaya tidak rusak. [Eka Ristiyanti,
S.Pd]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar